Macam macam Angklung
kali ini kita akan membahas macam macam angklung.di indonesia banyak beranekaragam angklung yaitu :
Angklung
Kanekes
Angklung
di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena
hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang.
Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang).
Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun),
terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu,
yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar
ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga
masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya
padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh
dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup
angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu
nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan, Angklung
biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung
diburuan (halaman luas di
pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran,Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna,Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh
angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat
posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang
lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku
tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda
dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan
pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang
berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.
Nama-nama angklung di Kanekes dari
yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung
leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh
seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan
ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung
Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik,
hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo,
hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat
angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3
kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak
semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang
mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di
Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah.
Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.
Angklung
Reyog
Angklung Reyog merupakan alat musik
untuk mengiringi tarian reyog ponorogo di jawa timur. angklung Reyog memiliki khas
dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta bentuk yang
lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung umumnya ang berbentuk
kubus) dengan hiasan benang berumbai-rumbai warna yang indah. di kisahkan
angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin ketika melawan
kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan oleh kerajaan bantarangin
para prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena kekuatan yang
luar biasa penguat dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang
khas yaitu klong- klok dan klung-kluk bila didengar akan merasakan getaran
spiritual.
Dalam sejarahnya angklung Reyog ini
digunakan pada film: Warok Singo Kobra (1982), Tendangan Dari Langit (2011)
Dan penggunaan angklung Reyog pada
musik seperti: tahu opo tempe, sumpah palapa, kuto reog, Resik Endah Omber
Girang, dan campursari berbau ponorogoan.
Angklung
Banyuwangi
Angklung banyuwangi ini memiliki
bentuk seperi calung dengan nada budaya banyuwangi
Angklung
Bali
angklung bali memiliki bentuk dan nada
yang khas bali,
Angklung
Dogdog Lojor
Kesenian
dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten
Kidul yang tersebar di
sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor,
dan Lebak).
Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di
dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara
ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara
Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai
tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai
petunjuk gaib.
Tradisi penghormatan padi pada
masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih
memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para
pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit
bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak
terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi
bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian
yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan,
yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara
kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah
2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini
mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking,
dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah
enam orang.
Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung,Adulilang,
dan Adu-aduan. Lagu-lagu
ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.
Angklung
Gubrag
Angklung gubrag terdapat di kampung
Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan
untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal
pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai
ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.
Angklung
Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang
menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama.
Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut.
Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam.
Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum
Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai
seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah
ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan
Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak
mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam
yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Posting Komentar